Pada akhir pekan lalu, dolar AS memperoleh 0,7% setelah naik lebih dari 1% sepekan sebelumnya.
Pada awal pekan lalu, dolar AS terapresiasi dengan stabil terhadap lawan-lawannya pada hari Selasa, dolar bahkan berhasil menguji ulang level tertinggi bulannya di kisaran 103,90.
USD kemudian mundur dari level-level puncak itu menyusul pidato dari Pimpinan Fed Jerome Powell karena pasar menganggap sikapnya tidak cukup hawkish.
Kepala bank sentral AS itu menegaskan bahwa proses disinflasi telah berlangsung di negara itu.
Pada waktu yang sama, ia mencatat bahwa ini baru tahap awal menaklukkan inflasi dan regulator itu akan terus memantau data mendatang untuk membuat keputusan mengenai kebijakan moneter.
Kontrak berjangka suku bunga AS menunjukkan bahwa pasar mengharapkan suku bunga Fed akan mencapai puncak tepat di atas 5,1% pada bulan Juli sebelum turun ke 4,8% pada akhir tahun ini.
Namun, para pejabat Fed bersikeras bahwa pemotongan suku bunga tidak diharapkan sebelum akhir tahun, dan masih memprediksi "pendaratan lunak" untuk ekonomi AS.
Para pengambil kebijakan Washington masih optimis mengenai Amerika Serikat dan kemampuannya untuk menghindari resesi.
"Anda tidak mengalami resesi ketika anda memiliki 500.000 pekerjaan dan tingkat pengangguran terendah lebih dari 50 tahun. Yang saya lihat adalah jalur dimana inflasi menurun drastis dan ekonomi tetap kuat," Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pekan lalu.
Dalam pidato terpisah, Joe Biden mengatakan tidak akan ada resesi di Amerika Serikat pada tahun 2023 atau 2024.
Sementara itu, ahli strategi Deutsche Bank percaya ada peluang resesi sebesar 90% di AS pada 2023.
Menurut sejarah, begitu inflasi melonjak di atas 8%, butuh waktu dua tahun untuk turun ke bawah 6%, para analis mengatakan.
Presiden Federal Reserve Bank of New York John Williams mengatakan suku bunga perlu tetap berada di level-level batas selama beberapa tahun agar inflasi turun ke 2%.
Ia mengakui bahwa Fed dapat kembali menaikkan suku bunga sebanyak 50 basis poin.
Dengan itu, federal funds rate 6% adalah "tail risk" yang pasti.
Dalam skenario itu, peluang resesi dan "hard landing" akan naik tajam, menegaskan inversi dalam kurva Treasury.
Kurva imbal hasil antara obligasi 2 dan 10 tahun mencapai level tertinggi hampir dalam 2 bulan pekan lalu setelah berinversi sejauh -88 basis poin.
Inversi yang dalam dari kurva imbal hasil Treasury menunjukkan kekhawatrian akan resesi yang akan datang.
Data mengungkapkan adanya peningkatan kekhawatiran bahwa perlawanan Fed terhadap inflasi jauh dari berakhir, sehingga memupuskan harapan untuk akhir siklus pengetatan moneter AS yang lebih cepat.
"Semakin besar keinginan FOMC untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga dan menunda pemotongan suku bunga, maka semakin mungkin AS akan mengalami "hard landing"," Standard Chartered mengatakan.
Pada hari Jumat, angka survei dari University of Michigan mengenai ekspektasi inflasi satu tahun naik ke 4,2% bulan ini dari 3,9% pada bulan Januari.
"Menguatnya ekspektasi inflasi adalah panggilan untuk bank sentral AS yang tengah mencoba untuk memperlambat pertumbuhan harga konsumen," analis BMO mengatakan.
Mereka mengharapkan dua babak kenaikan suku bunga lagi dari Fed, dan kemudian jeda.
"Kami tidak mengharapkan pemotongan suku bunga tahun ini,' jelas para ahli.
Data hari Jumat dirilis beberapa hari sebelum perilisa data inflasi AS bulan Januari dan setelah Pimpinan Fed Jeroma Powell dan rekan-rekannya mengakui bahwa penurunan harga konsumen saat ini menandai awal dari proses disinflasi.
Namun, mereka memperingatkan bahwa proses ini akan memakan waktu dan ada risiko kemunduran dalam prosesnya, ini dapat berarti bahwa suku bunga dapat dinaikkan lebih tinggi dari yang diharapkan.
"Bagus jika inflasi mulai turun seiring dengan pasar buruh yang kuat," Jerome Powell mengatakan dalam pidato di Economic Club of Washington Selasa lalu.
"Jika datanya terus datang lebih kuat dari yang kita perkirakan dan jika kita sampai ke kesimpulan bahwa kita membutuhkan dua kenaikan suku bunga lagi dari yang diperkirakan pasar atau apa yang kami sebutkan dalam perkiraan bulan Desember, maka kita tentu akan melakukannya," tambahnya.
"Fed telah mensinyalkan bahwa kejutan baru dalam laporan inflasi menjelang rapat berikutnya pada bulan Maret dapat memaksa bank sentral menaikkan perkiraan suku bunganya tahun ini ke atas 5,1% yang diperkirakan pada bulan Desember," ahli strategis DBS mengatakan.
TD Securities mengatakan data hari Jumat menunjukkan bahwa inflasi lebih kuat dari yang awalnya diperkirakan tahun lalu.
"Itu menantang ide bahwa Fed dapat memotong suku bunga dan data yang lebih kuat seperti jumlah karyawan bersamaan dengan ketegangan pasar buruh yang sedang berlangsung semakin mendorong Fed untuk bersikap lebih keras pada jangka yang lebih panjang. Ini kembali menempatkan dolar ke garda depan," catat TD Securities.
Setelah turun ke level terendah mingguan di 102,50 pada hari Kamis dan mundur lebih dari 1,2% dari level tertinggi bulanan, greenback berhasil memenangkan kembali kerugian dan menambah perolehan pada akhir pekan.
Pada hari Jumat, USD naik sekitar 0,4% dan menutup sesi di area 103,50.
Sementara itu, euro berada di antara mata uang yang menjadi outsider dari pasar valuta asing. Pada hari Jumat, mata uang tunggal Eropa turun hampir 0,6% melawan pasangan ASnya. Pada akhir pekan, EUR kehilangan sekitar 1%, memperpanjang rentetan kekalahannya menjadi dua pekan.
Selama periode ini, pasangan EUR/USD kehilangan lebih dari 190 poin.
Dolar AS memulai pekan yang baru pada catatan positif: dolar naik ke atas 103,80 dan memulai perdagangan Eropa dengan mendekati level-level tertinggi dari awal Januari.
Namun, greenback kemudian mundur, kehilangan momentum bullishnya sementara sentimen pasar membaik.
Indeks-indeks utama Wall Street sebagian besar naik pada hari Senin, menambah sekitar 1,2% pada rata-ratanya.
Investor menunggu data inflasi AS untuk bulan Januari yang akan dirilis pada hari Selasa.
Menurut perkiraan, inflasi tahunan di AS akan menunjukkan perlambatan ke 6,2% dari 6,5% pada bulan Desember. Dengan itu, indikator ini dapat turun ke level terendah sejak paruh kedua 2021.
"Dolar menerima dukungan besar setelah perilisan data ketenagakerjaan AS yang jauh lebih kuat dari yang diharapkan pada awal bulan ini, tapi gambaran mengenai ekonomi akan diperbarui lagi pada hari Selasa," analis Barclays mengatakan.
Ekonom di OCBC Bank percaya bahwa data hari Selasa mengenai indeks harga konsumen AS akan menyoroti arah pergerakan USD dalam waktu dekat.
"Jika tren disinflasi di AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan (bahkan jika ini adalah fenomena sementara), maka sentimen risiko dapat berada di bawah tekanan dan dolar akan menerima dukungan tambahan. Namun, jika tren disinflasi ternyata berakar dan bukan melambung (yaitu data CPI lebih lemah dari ekspektasi), maka pelemahan greenback dapat berlanjut," jelas para ekonom.
"Resistance awal untuk USD terlihat di 103,60 (moving average 50 hari), diikuti oleh 104,10 (23,6% Fibonacci retracement dari puncak September ke level terendah Februari) dan 105. Support lanjutan terletak di 102,50 (moving average 21 hari) dan kemudian ke 101,60 dan 100,80," tambah OCBC Bank.
Momentum menjadi semakin positif untuk dolar AS, khususnya melawan euro, menurut ahli strategi di MUFG Bank.
"Mungkin tidak akan butuh waktu lama bagi investor untuk mulai mempertimbangkan risiko bahwa suku bunga final AS akan berada di atas level saat ini yang ditunjukkan oleh FOMC (5,00%-5,25%), dan kekecewaan esok hari setelah beberapa bulan kabar bagus mengenai inflasi dapat menyebabkan pergerakan tajam dalam skuu bunga dan rebound lanjutan dalam dolar. Ini tampak seperti risiko besar setelah laporan ketenagakerjaan terbaru," menurut mereka.
Dolar tampaknya mampu menahan perolehan terbaru pekan ini, menurut ahli strategi ING, yang mengharapkan USD kembali ke 105,00 segera.
"Kami melihat kemungkinan kuat bahwa pasangan EUR/USD akan berada di bawah tekanan tamabahan dan angka inflasi AS yang kuat dapat berarti tes di level support 1,0500. Sementara itu, akan butuh angka CPI yang rendah di AS agar pasangan ini dapat kembali ke atas level 1,0800 - 1,0850," catat mereka.
Memanfaatkan greenback yang lebih lemah, euro memperoleh kembali beberapa kerugian terbarunya pada hari Senin.
Dukungan tambahan untuk euro diberikan oleh pernyataan dari Komisi Eropa bahwa tahun ini pertumbuhan ekonomi zona euro kemungkinan akan lebih kuat dari yang diharapkan sebelumnya.
EC merevisi ke atas prospek untuk pertumbuhan PDB dalam blok itu untuk tahun ini ke 0,9% dari 0,3% yang diharapkan pada bulan November tahun lalu.
Kawasan euro tidak dapat menghindari resesi teknikal yang diprediksi ECB tiga bulan lalu karena pertumbuhan ekonomi di kawasan itu 0,1% kuartal per kuartal dalam tiga bulan terakhir 2022 dan diperkirakan akan sebesar 0% dalam tiga bulan pertama 2023.
EC mengatakan bahwa ketidakpastian sehubungan dengan perkiraan itu tetap tinggi, tapi risiko terhadap pertumbuhan ekonomi pada umumnya seimbang.
Permintaan dalam negeri bisa jadi lebih tinggi dari yang diperkirakan jika penurunan harga gas grosir saat ini tercermin lebih kuat dalam harga konsumen dan konsumsi terbukti lebih kuat. Namun, reversal potensial penurunan ini dalam konteks ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung tidak dapat dikesampingkan.
EUR/USD menghadapi resistance awal di 1,0700 (61,8% Fibonacci retracement level dari tren penurunan terkini). Jika pasangan ini mencapai ke atas level ini dan mengubahnya menjadi support, harga dapat mengarah ke target 1,0730 (moving average 21 hari) dan 1,0760 (moving average 200 hari).
Target penurunan terlihat di 1,0650, diikuti oleh level psikologis di 1,0600. Penutupan di bawah level ini akan membuka jalan menuju target yang lebih rendah di 1,0550.
Tinjauan analitis InstaSpot akan membuat Anda menyadari sepenuhnya tren pasar! Sebagai klien InstaSpot, Anda dilengkapi dengan sejumlah besar layanan gratis untuk trading yang efisien.